Stres adalah respon adaptif organisme terhadap lingkungan yang berubah di mana kita hidup. Respon ini telah menjadi sekutu terbaik untuk bertahan hidup dalam lingkungan yang berubah, yang menuntut serangkaian sumber daya untuk dapat beradaptasi, menghasilkan respon stres dalam organisme kita.
Banyak kondisi yang membuat individu stres. Manusia mempunyai pikiran dan tubuh yang harus dirawat. Stres adalah salah satu hal yang harus ditangani, maka itu mempelajari manajemen stres adalah penting. Stres yang berlarut-larut dapat menyebabkan tekanan yang membuat pikiran dan tubuh menjadi rentan.
Kemanusiaan terbagi menjadi tak terhingga dari peran, pekerja, pengangguran, pasangan, pengasuh dengan banyak realitas dan masalah terus-menerus yang tidak lagi memiliki solusi cepat. Seiring waktu, ini membuat reaksi alami bergerak secara adaptif untuk menghadapi bahaya dan situasi merugikan.
Ada banyak orang jarang mempraktikkan beberapa metode yang dapat membantu mengelola stres yang menyakitkan dengan lebih baik. Stres telah membuat hidup kita tidak rileks yang seharusnya. Kekhawatiran akan hari esok, ritme kehidupan atau pola makan yang buruk, baik langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap kesejahteraan dan menurunkan kualitas hidup.
Kita sudah tahu bahwa kualitas hidup tergantung pada banyak faktor. Namun, semua itu tergantung pada sikap kita menghadapi situasi yang dihadirkan dalam kehidupan kita, yang kita susah untuk memilih.
Stres positif dan negatif
Stres positif atau eustress adalah stres yang mendorong kita untuk menghadapi masalah. Ini membuat kita meningkatkan kreativitas dan kapasitas kita untuk mengatasi hal yang bermasalah. Stres ini membuat kita merespon secara efisien terhadap situasi yang memerlukannya.
Di sisi lain, ada pula stres negatif sebagai respon yang dimiliki seseorang terhadap suatu keadaan yang di luar kemampuan. Jenis stres ini menyebabkan kelelahan psikologis. Ini adalah stres yang paling dikenal dan sangat berbahaya bagi kesehatan, baik fisik maupun mental.
Stres dan sistem kekebalan tubuh
Stres telah mengubah pembentukan limfosit baru dan sekresi ke dalam aliran darah. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa respon stres mengurangi pembentukan antibodi sebagai respon terhadap agen infeksi. Respon stres meningkatkan tingkat sekresi glukokortikoid, hormon yang menekan aktivitas sistem kekebalan tubuh.
Glukokortikoid menyebabkan pengurangan kelenjar timus, menghentikan pembentukan limfosit T baru dan menghambat sekresi interleukin dan interferon. Ini juga mengurangi sensitivitas limfosit terhadap alarm infeksi. Hormon-hormon ini memiliki kemampuan untuk memasuki limfosit untuk mengeluarkan protein yang merusak DNA ini.
Meskipun banyak aspek imunosupresi dalam menanggapi stres dapat dijelaskan oleh aksi glukokortikoid, tidak semua efek tergantung pada hormon-hormon ini.
Respon emosional negatif sangat terkait erat dengan respon stres dan penekanan kekebalan. Beberapa penelitian berkesimpulan bahwa penekanan kekebalan yang bukan karena sekresi glukokortikoid dapat di bawah kontrol saraf langsung.
Sistem kekebalan tubuh sensitif terhadap banyak zat yang dikeluarkan oleh sistem saraf. Sistem saraf dapat secara langsung mengatur efek stres pada sistem kekebalan tubuh.
Beberapa penelitian juga telah menunjukkan bahwa berbagai rangsangan yang membuat stres dapat meningkatkan kerentanan untuk menderita proses patologis tertentu, seperti penyakit menular dan autoimun. Telah terbukti juga bahwa stres mempengaruhi perkembangan beberapa jenis kanker. Pertumbuhan seperti tumor dapat lebih cepat dengan stres yang tinggi.
Sistem kekebalan memiliki jenis sel pembunuh alami, akan tetapi stres mencegah sel-sel ini bersirkulasi dalam darah.
Sakit akibat stres
Stres memiliki pengaruh negatif pada perkembangan penyakit seperti gangguan kardiovaskular, hipertensi, gangguan serebrovaskular, gangguan pencernaan, gangguan muskuloskeletal, serta depresi, kecemasan, dsb.
Sistem kekebalan mengurangi keefektifannya dalam situasi stres yang berkelanjutan, membatasi fungsi kekebalan tubuh dan membuat kita lebih terpapar dengan serangan eksternal.
Hipotalamus, struktur otak ibi bertugas mengoordinasikan perilaku yang berkaitan dengan kelangsungan hidup, mengirimkan sinyal listrik ke kelenjar hipofisis. Ini mengirimkan hormon ACTH ke kelenjar adrenal di mana kortisol dan adrenalin dilepaskan. Kadar kortisol yang tinggi dalam darah menghasilkan perubahan dalam leukosit yang bertugas untuk memerangi penyakit, selain mengurangi produksi sitokin, yang bertanggung jawab untuk memicu respon imun.
Stres menyebabkan kegagalan fungsi sistem kekebalan tubuh. Orang yang mengalami stres, biasanya mudah menderita gangguan tidur, masalah makan dan lambung, dsb. Ketegangan otot yang terjadi pada masa stres, akhirnya menjadi penyebab nyeri punggung, dan menimbulkan sakit kepala dan gangguan konsentrasi.