Kecerdasan interpersonal – Saat kita bersama dengan seseorang dan kita melihatnya tersenyum, tetapi kita tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Dia bersikeras bahwa semuanya baik-baik saja. Namun, sesuatu mentransmisikan inkoherensi kepada kita. Ini memberitahu pada kita untuk percaya apa yang dia katakan kepada kita. Terlepas dari senyum dan kegembiraannya yang nyata, kita yakin bahwa ada yang tidak wajar.
Kecerdasan interpersonal
Bapak teori kecerdasan majemuk Howard Gardner mengatakan bahwa kecerdasan interpersonal dibangun dari kapasitas untuk merasakan perbedaan, khususnya suasana hati, temperamen, motivasi, dan niat. Jenis kecerdasan ini mampu memberikan kemampuan untuk mengetahui niat dan keinginan orang lain bahkan jika mereka berusaha menyembunyikannya.
Kecerdasan interpersonal menyiratkan keterampilan tertentu untuk berkomunikasi dengan orang lain dan membantu interaksi lebih baik. Beberapa karakteristiknya meliputi sensitivitas terhadap ekspresi wajah, postur tubuh, suara, gerakan, dan kemampuan untuk menanggapi dengan tepat.
Kemampuan yang tinggi untuk berhubungan dan memahami sesama membuat mereka sangat terlatih untuk mempengaruhi orang lain. Kapasitas untuk interaksi sosial ini merupakan faktor kunci dalam profesi di mana diperlukan hubungan langsung dengan orang lain. Dengan demikian, orang-orang ini unggul dalam profesi seperti dokter, psikolog, politisi, pemuka agama, dsb.
Korelasi secara anatomis
Dalam pengetahuan interpersonal, lobus frontal akan terlibat. Penyakit alzheimer yang memengaruhi area otak di kemudian hari, meskipun ini dapat merusak ingatan, mereka yang terkena dampak tidak kehilangan kemampuan sosialisasi.
Empati
Empati menempati tempat yang menonjol dalam kecerdasan ini. Ini adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita di tempat yang lain, untuk menyadari keadaan emosi orang lain dan membagikannya. Empati diartikan sebagai kemampuan untuk memahami perasaan dan emosi orang lain, berdasarkan pada pengakuan orang lain.
Pada umumnya terdapat dua jenis empati yaitu empati kognitif dan afektif. Empati kognitif adalah kemampuan untuk mewakili pemikiran dan motif orang lain, sedangkan empati afektif adalah kesimpulan keadaan emosi orang lain.
Penyelidikan menunjukkan korteks prefrontal sebagai area pemrosesan empati utama dan regulasi pemrosesan ini. Ini menunjuk ke daerah frontal dorsolateral sebagai area yang paling khusus dalam empati kognitif, dan wilayah orbitofrontal sebagai area yang berhubungan dengan empati afektif.
Variasi budaya
Jenis kecerdasan ini sangat bervariasi dari satu budaya ke budaya lainnya. Dalam masyarakat seperti masyarakat barat, ini lebih terputus satu sama lain dan bahkan tidak mengenal diri mereka sendiri. Dalam hal ini, kita dapat mengatakan bahwa orang barat tidak mengembangkan kecerdasan ini.
Sebaliknya, dalam budaya timur, baik itu oleh agama atau adat, terdapat konsepsi yang lebih tinggi. Mereka yang mengikuti gaya hidup Buddhis umumnya lebih memperhatikan orang lain daripada mereka yang hanya memperhatikan kepentingan individu. Di mana bentuk-bentuk pemikiran dan budaya mendominasi seseorang, maka ini akan menjadikan kondisi menjadi lebih menguntungkan untuk mengembangkan kecerdasan seperti jenis ini.
Psikologi Buddhis mengutamakan penekanan khusus pada kebahagiaan dan kasih sayang. Kebahagiaan sebagai aspirasi dan keinginan bahwa orang lain memiliki kebahagiaan dan yang menjadi penyebabnya. Kasih sayang sebagai keinginan dan aspirasi agar orang terbebas dari penderitaan. Dengan cara ini, mereka yang mengikuti cara hidup yang serupa akan lebih peka dengan emosi dan kondisi mental sesama.
Kecerdasan Interpersonal